Polemik Pajak Warteg

Akhir2 ini ada isu kontroversial tentang kebijakan pemda DKI yang mau dicanangin. Isu itu gak lain gak bukan adalah pengenaan pajak atas warung tegal a.k.a warteg. Di salah satu sisi ada orang yang nolak dan di sisi lain ada yang dukung. Honestly, aku ada di pihak mendukung. Bukan karena aku kuliah di STAN trus jadi dukung, tapi karena ada beberapa hal yang menurutku ada benarnya.

Yang pertama, pajak warteg ditujukan untuk warteg atau sejenisnya yang omset per bulannya Rp 60 juta. Menurutku ini rasional, karena pembebanan pajak dikenakan atas pengusaha yang omsetnya di atas batas minimum pengenaan pajak. Jadi buat warteg kecil2an gak bakal kena. Prinsipnya gini deh, kalo lu kaya lu harus mau bayar pajak. Karena fungsi pajak buat memeratakan perekonomian.

“Kalo lu kaya lu harus mau bayar pajak. Pajak itu untuk pembangunan bangsa.”

Trus ya itu tadi, balik lagi ke fungsi pajak. Pajak itu untuk pembangunan bangsa. Jadi penting banget untuk jalanin kebijakan2 yang ingin dicanangkan pemerintah. Misalnya untuk buat jalan, buat jembatan, atau beri subsidi, itu semua sumbernya dari pajak. Malah ada suatu negara nih yang hidupnya sebagian besar bergantung pada pajak.

Nah, mulai sekarang kalo kita dikenakan pajak jangan protes dulu, ingat lagi kalo kita bayar pajak berarti kita berkontribusi terhadap pembangunan di bangsa ini. Tapi balik lagi, yang namanya kebijakan pasti ada yang pro dan kontra, dan itu wajar.

No comments:

Post a Comment