Bagi pengendara kendaraan di Jakarta nih, pasti udah gak asing lagi sama yang namanya macet karna udah ngrasain setiap hari. M-A-C-E-T, permasalahan kompleks Jakarta yang dari dulu sampe sekarang gak selesai-selesai.
So, apa yang salah dengan kota ini?
Pertumbuhan kendaraan tidak sebanding dengan pertumbuhan jalan raya.
Sebenarnya itu jawaban yang paling pas. Gimana gak, Kendaraan di Jakarta yang jumlahnya lebih dari 10 juta unit udah kaya desak-desakan aja melintas di atas jalan. Gak ada kata lain yang bisa gambarin kondisi ini selain RUWET.
Lantas, salah siapa?
Gak hanya satu pihak aja yang salah, semuanya patut disalahkan dan bertanggung jawab.
Pertama, pemda DKI. Gak ada regulasi yang jelas mengenai tata lalu lintas kota. Lihat aja deh, masih banyak kan angkot yang berhenti sembarangan, ato pengendara yang jelas2 bersalah tapi dibiarkan begitu aja lolos tanpa proses tilang. Harusnya kalo pingin kondisi jalan tetap aman, tertib, dan lancar, ada peraturan dan sanksi yang tegas. Pembangunan infrastruktur juga tuh, gimana kelanjutan monorail dan MRT?
Masalah angkutan massal patut dapat sorotan, semuanya bebas bersaing di jalan raya tanpa ada batasan yang akhirnya nyebabin tumpang tindih trayek. Udah ada bajaj, masih ditambah angkot, ditambah lagi metro mini, ada lagi busway. Duh… duh…
Kedua, masyarakat. Gak usah nyalahin pemerintah, kita sendiri aja juga gak bener. Tanamkan lah sikap taat ber-lalu-lintas dalam diri. Kalo lampu merah, ya berhenti. Kalo belum punya SIM, ya jangan naik kendaraan. Kadang sikap manja kita juga nih, contohnya walopun jarak ke kantor ato kampus cuma 2 km, gitu aja naik kendaraan. Sikap inilah yang nyebabin membengkaknya jumlah kendaraan di jalan raya.
Kalo mau berkaca ke negara tetangga, di Singapore hanya sedikit orang yang naik mobil. Mau tahu alasannya? karena harga mobil selangit. Hanya orang-orang tertentu yang bisa beli. Trus kalo mau pergi2 gimana? Nah itulah bedanya Singapore sama Indonesia, mereka gak malas jalan kaki.
No comments:
Post a Comment